MONOLOG

"Kau akan meminum obat itu lagi!" 

Pernyataan frustasi Clara terdengar saat aku menuangkan obat dari botolnya. Seratus persen itu adalah pernyataan, bukan pertanyaan yang harus kujawab.

"Ayolah, Ef! Kamu dulu lebih baik dari ini," Clara mendesah. "Kamu ... kamu bisa menceritakan semua masalah padaku. Kita bisa mencari solusinya. Kamu tak butuh obat-obatan itu!" 

Aku mengabaikan omongan Clara, terus berjalan tersaruk-saruk menuju sofa butut yang busanya sudah melesak. Di bawah meja, terdapat plastik berisi nasi goreng yang tidak habis kumakan tadi. Aku terlalu malas untuk membuangnya ke tempat sampah. Dengan tatapan meminta maaf pada Clara, aku langsung menenggak obat di genggaman. 

"Menyebalkan! Kamu benar-benar mengenaskan." Seperti biasa, pendapat Clara selalu benar, kondisi ini memang menyebalkan. 

Clara harusnya tahu, aku hanya ingin tidur tenang, tanpa harus bangun dengan terengah-engah akibat mimpi buruk lalu menjadi gila. Entah kapan terakhir kali aku tidur nyenyak tanpa bantuan obat-obatan yang kini seakan menjadi candu itu. 

Aku bangkit dari sofa dan berjalan tepat menembus sosok Clara, menuju kamar, merebahkan diri di kasur menyongsong tidur tanpa rasa.

"Ef-mu sudah hilang, Clara. Dia ikut terkubur bersama jasadmu." 

0 Comments